Analisis Politik Dunia melalui Jalur SUTRA MARITIM

“Mewujudkan Negara Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dengan Pengamanan TOL LAUT dan Jalur SUTRA MARITIM”


Dewasa kini nampaknya kita telah sedikit melupakan bahwa Indonesia mempunyai sejarah penting. Yakni sejarah kerajaan Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan maritim. Pada awalnya kita memandang laut hanya sebagai hamparan perairan yang memisahkan satu pulau dengan pulau lain, akan tetapi mulai sekarang kita harus berfikir laut adalah perekat dari pulau-pulau yang menjadikan Indonesia sebagai satu kesatuan negara kepulauan yang besar dan pernah berjaya dimasa itu.

“Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia..”. Jika lebih jauh mendalami lagu tersebut maka tergambar jelas bahwa berjajarnya pulau-pulau adalah wujud sinergi antara luasnya lautan nusantara dengan pulau-pulau di indonesia.

Kita sebagai warga Indonesia telah merdeka tepat 70 tahun ini sudah sepantasnya bersyukur. Semua berkat perjuangan bapak proklamator kita (Bapak Ir. Soekarno) serta segenap pejuang-pejuang bangsa. Paradigma pergantian kepresidenan sudah beberapa kali kita rasakan dan selalu mempunyai target khusus yang ingin dicapai oleh setiap kepemerintahan.
Tiba di tahun 2014, konsep Indonesia sebagai negara Indonesia sebagai negara maritim diperhitungkan kembali. Isu tersebut mengalir deras sejak dimunculkannya sebuah visi yang menggebu-gebu dari Bapak Ir. H. Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia 2014-2019. Dimana salah satu visi beliau bersinggungan dengan “Menciptakan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia, Keamanan Maritim, Tol Laut, dan sebagainya..”.


Hal ini ternyata sama dengan pemikiran negara Cina, ketika negara Cina ini beralih Kepresidenan “Xi Jinping” ia mempunyai keinginan dan tekat yang besar untuk menghidupkan kembali jalur sutra maritim abad 21. Lalu, apa sikap Indonesia? Dan bagaimana sikap Indonesia yang kita ketahui sebagai “The Leader of The ASEAN Countries”? Dan seperti apakah dampaknya?

1. Isu Keamanan Energi
Dalam hal ini bukan hanya berbicara mengenai ketersediaan bahan mentah, hasil olahan minyak dan gas bumi. Tetapi, lebih mengarah terhadap bagaimana terjaminnya keamanan jalur pasokan minyak dari negara produsen ke negara konsumen. Melihat dengan kacamata global mengenai “KEAMANAN”, mungkin keamanan energi dan keamanan maritim bukanlah isu atau “tranding topic” dunia saat ini. Tetapi, ketika berbicara mengenai lingkup Asian Pasific / ASEAN yang sebagian besar wilayahnya adalah laut. Maka keamanan menjadi sangat penting, bahkan harus menjadi prioritas utama.

Topik kasus “Keamanan ASEAN” ini sendiri sebenarnya bukan bersumber dari ASEAN tersebut. Justru, topik kasus ini bermunculan atas kesadaran untuk mengamankan pasokan-pasokan minyak dari negara-negara pengekspor ke negara pengimpor. Sadar akan hal tersebut, negara-negara pengekspor seperti Arab Saudi, dan Negara Timur Tengah akhirnya mencari cara agar bagaimana bisa masuk ke negara-negara pemain?

Nah, negara-negara pemain disini dapat kita kategorikan seperti India, Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Berbagai hal untuk pengamanan masing-masing ditunjukkan oleh negara-negara pemain tersebut. Karena kita tahu, “bagaimana mungkin produksi akan hidup kalau mereka tidak memiliki pasokan energi untuk menggerakkan roda-roda perindustriannya?”.

2. Aksi Amerika Serikat dan Respon buruk dari Cina

Guna untuk mendapatkan keperluan atau persediaannya, akhirnya beberapa negara pun memilih untuk beraksi. India memilih beraksi dengan Amerika Serikat, Korea selatan dan Jepang beraksi dengan Amerika Serikat. Maksud beraksi disini adalah melakukan sebuah aksi diwilayah teritorial mereka, guna mengamankan jalur pasokan. Seperti kita tahu dari jalur “selat hormuz” menuju ke asia, disitu banyak sekali terdapat bajak laut/perompak.

Tetapi yang namanya politik tetaplah politik. Ketika negara melakukan suatu aksi, maka muncul juga aksi serupa negara pesaingnya. Dan bagaimanakah wujud rasa terganggunya Cina?! Nah, disini Cina merasa wilayah geostategisnya terusik oleh Amerika Serikat. Akhirnya Presiden Cina “Xin jinping” membuat rute tataniaga yang menghubungkan Eropa ke Asia Tengah dan Asia Timur. Yang menarik disini adalah Indonesia ditunjuk oleh Cina sebagai rekan utama membangun jalur yang disebut “sabuk sutra”. Dan ketika ingin memberikan dana kurang lebih sebesar 40 Miliar U$ Dolar. Jumlah dana untuk ukuran sebuah jalur yang cukup fantastis, maka kita patut untuk curiga. Karena dalam dunia politik tidak ada yang namanya “makan siang gratis”, sehingga kita harus mencermati apa yang di inginkan oleh Cina ini.

3. Indonesia sebagi Objek Geostrategis negara-negara tetangga.
Hal serupa mengenai Geostrategis pernah disinggung oleh Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dalam pidatonya pada tahun 2013, bahwa “Empat dari sembilan Choke Point Dunia berada di Indonesia yaitu selat malaka, selat sunda, selat lombok dan selat makasar”. Jalur transportasi laut tersebut merupakan bentangan garis energi minyak dan gas bumi yang tidak boleh terputus karena hal tersebut sangat berkaitan dengan industri negara-negara maju.


Beberapa negara yang aktivitasnya sangat bergantung dari perairan Indonesia diantaranya; Amerika Serikat (AS), dimana lebih dari 95 persen perdagangan luar negerinya adalah lewat laut (Fajriyansah, 2007:46).

Jalur perhubungan laut dunia atau "sea lanes of communication" melewati tujuh selat yang meliputi Selat Boshporus yang memisahkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia serta menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam. Selain itu adalah Selat Hormuz yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab, terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia. Dan untuk wilayah perairan strategis bagi pelayaran internasional di kawasan Pasifik melewati Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur, yang secara politik dan ekonomi sangat strategis karena menyangkut kelangsungan hidup sejumlah negara di mana empat di antara perairan tersebut berada dalam kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, sembilan chock point dunia yang membentang dari Teluk Persia ke arah barat menuju Eropa Barat, dan ke arah Timur menuju Asia Timur dan Amerika Serikat mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia.

4. Gebrakan Sutra Maritim Secara Strategis

Membangun gagasan poros maritim dunia adalah cita‐cita rasional. Berkaca dari posisi geostrategi, geopolitik dan geoekonomi Indonesia yang sangat menguntungkan. Ide besar ini tidak berhenti pada pidato kampanye pemilihan presiden 2014 saja. Salah satu bentuk realisasi dari gagasan tersebut yang berhasil ditempuh oleh pemerintahan Jokowi ialah Indonesia dipercaya menjadi ketua dalam perhimpunan Asosiasi Negara‐negara Samudera Hindia (IORA) yang beranggotakan 21 negara untuk masa kepemimpinan tahun 2015 hingga 2017 (Dahlan, 2015). Hal ini merupakan salah satu usaha pembangunan Infrastruktur pada khususnya untuk Indonesia dan umumnya untuk menghubungkan Indonesia dengan ASEAN, Asia Tengah, Eropa, bahkan Afrika secara kompleks. Sehingga nanti terciptalah kesejahteraan bersama dalam sektor jasa yang merupakan wujud nyata dalam merealisasikan perubahan.


Daftar Referensi


Dahlan, F. (2015), Peran Indonesia memperkuat Kerjasama Di Kawasan Samudera India, [Online], Tabloid Diplomasi. Tersedia dalam: <http://www.tabloiddiplomasi.org/current‐issue/209‐diplomasi‐februari‐2015/1833‐indian‐ocean‐rim‐association‐iora‐peran‐indonesiamemperkuat‐kerjasama‐di‐kawasan‐samudera‐india.html> [Diakses 2 Maret 2016].


Fajriyansah, R. (2007) Perompakan Kapal Di Indonesia,Fakta Atau Konspirasi Opini? Surabaya: Java Pustaka Media Utama.




Penulis : Mohamad Afifudin AF

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisys of Herpetology